Negara Dengan Pemerintahan Terbaik di Dunia

Negara Dengan Pemerintahan Terbaik di Dunia – Meminimalkan korupsi atau memperluas akses pendidikan dan kesehatan, pemerintahan disetiap negara mengambil kebijakan berbeda untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera. Untuk mengukur efektivitas beragam kebijakan itu, beragam lembaga mengkompilasi statistik yang terbuka untuk publik dan mengurutkan negara berdasarkan perfoma mereka dalam beberapa sektor.

Indikator itu muncul, antara lain dalam indeks penegakan hukum World Justice Project serta indeks pemerintahan dan indeks kemajuan masyarakat yang digelar oleh Bank Dunia. Di satu sisi, setiap indeks memiliki presisi yang berbeda, namun arketipenya memunculkan tiga hal, yaitu negara yang sama konsisten berada di puncak daftar mengambil kebijakan sosial progresif, peraih tingkat kepercayaan tertinggi serta pemilik aturan hukum paling efektif. http://www.shortqtsyndrome.org/

Bagaimanapun, kebijakan yang baik adalah yang dapat mempengaruhi masyarakat. Maka kita akan membicarakan orang-orang yang tinggal di negara ini, untuk menemukan faktor yang paling berdampak pada kehidupan mereka sehari-hari. www.americannamedaycalendar.com

1. Denmark

Negara Dengan Pemerintahan Terbaik di Dunia

Ketika negara-negara Nordik berada di papan atas beragam indeks, Denmark mengambil jarak dengan para tetangganya dan jauh meninggalkan negara di kawasan lainnya dengan nilai sempurna pada aspek kebutuhan dasar penduduk tahun 2017 dalam indeks kesejahteraan sosial. Aspek itu memuat antara lain pemenuhan nutrisi dan kesehatan warga negara serta pemberian akses pendidikan dan komunikasi. Layanan tersebut tidak hanya untuk penduduk asli yang lahir di Denmark.

“Sistem jaminan kesehatan dan sosial dikembangkan secara tepat dan dapat diakses semua orang yang tinggal di Denmark,” kata Anne Steinbach, warga Jerman yang bekerja sebagai editor utama di Travel Archive, di Aarhus, kota terbesar kedua Denmark.

“Dan sebagai pelajar anda bisa mendapatkan bantuan finansial dan kursus bahasa gratis,” tambah Steinbach. Jaminan sosial di Denmark dijalankan berdasarkan prinsip kepercayaan, bukan dokumen kependudukan.

“Saat warga Denmark sakit, mereka tidak dapat mengikuti aktivitas kampus atau bekerja. Sangat mudah menginformasikan kondisi itu pada pemberi kerja. Sedangkan di Jerman, pelajar dan karyawan harus izin sakit dengan dasar surat dokter,” kata Steinbach.

“Dua negara itu mempunyai jenjang birokrasi untuk pengambilan kebijakan dan pemerintahan. Namun di Jerman semuanya berbasis dokumen, berjenjang dan tersertifikasi, sementara Denmark memperlakukan warganya seperti teman hampir dalam setiap situasi,” tuturnya.

Meski biaya hidup dan pajak di Denmark lebih tinggi dibandingkan negara Eropa lainnya, keuntungan yang diraih penduduk sebenarnya terhitung lebih banyak. Steinbach berkata, penduduk negara itu tidak resisten terhadap pengenaan pajak yang lebih tinggi.

“Setiap orang Denmark mengutamakan hygge,” ujar Steinbach, merujuk pada istilah yang secara sederhana diartikan sebagai kenyamanan bersama.

“Menonton film dan menyantap makan malam, mengundang temen-teman sesama warga Denmark merupakan cara yang sempurna untuk berakulturasi dengan budaya lokal.

“Orang Denmark senang berbincang, bergaul dan nongkrong sambil menikmati cahaya lilin, makanan lezat dan terlibat percakapan yang menarik,” ucap Steinbach.

2. Selandia Baru

Australia dan Selandia Baru berselisih tipis di berbagai indeks, namun negara Kiwi secara umum unggul tipis dari segi stabilitas politik, hak asasi, dan ancaman terorisme yang rendah. “Selandia Baru merupakan negara pertama di dunia yang memberikan hak pilih kepada perempuan,” kata Zoe Helene, pendiri Cosmic Sister. Helene pernah tinggal di negara itu selama 10 tahun dan kini rutin mengunjungi orangtuanya yang menetap di Selandia Baru sebagai penduduk tetap.

“Sekelompok orang membawa petisi yang ditulis di atas kertas, dari ujung Selandia Baru ke ujung wilayah lainnya, mengumpulkan tanda tangan sampai petisi pemberian hak pilih itu menjadi gulungan raksasa. “Gulungan itu kini bisa dilihat di museum dan menurut saya gulungan itu seharusnya menjadi obyek turisme, seperti Patung Liberty (di Amerika Serikat),” ujar Helene.

Selandia Baru juga mempunyai kebijakan yang mengagumkan untuk orangtua tunggal, anak-anak, pelajar, dan manusia berusia lanjut.

“Tahukah Anda ungkapan ‘Anda dapat menilai peradaban masyarakat dari cara mereka memperlakukan manula?

“Ketika warga Selandia Baru menjadi manula dengan usia 65 tahun, mereka secara otomatis menerima tunjangan dengan nominal yang relatif banyak dari pemerintah.

“Hak itu akan mereka dapatkan, tidak peduli siapa mereka, berapa banyak gaji yang mereka dapatkan, dan wariskan serta kapan mereka mulai tinggal di Selandia Baru,” ujar Helene.

3. Kanada

Amerika Serikat dan Kanada menempati peringkat tinggi hampir di seluruh indeks. Namun Kanada meraup skor lebih tinggi dalam stabilitas politik dan ancaman terorisme yang rendah. Faktanya, Kanada berselisih tipis dengan mayoritas negara Skandinavia yang mendapatkan skor sempurna, termasuk akses terhadap gizi dan jaminan kesehatan serta pendidikan dan hak asasi.

“Kanada lebih progresif soal nilai-nilai tersebut dibandingkan tetangga kami di selatan AS. Contohnya, sangat jarang penentangan terhadap hak perempuan untuk memilih atau penghapusan hak-hak kelompok LGBTQ menjadi topik perdebatan serius di Kanada,” ujar Alia Bickson, pemandu wisata di Intrepid Travel yang tinggal di Kanada. Ia memiliki kewarganegaraan ganda, Kanada dan AS. “Tentu setiap penduduk Kanada memiliki perbedaan pandangan, namun masyarakat secara keseluruhan mendukung kebijakan yang bersimpatik pada kelompok minoritas dan perbedaan pilihan hidup,” kata Bickson

Kesalahan yang terkadang dilakukan pendatang baru adalah menganggap remeh kesopanan dan perhatian yang diberikan masyarakat Kanada. “Penduduk lokal memiliki penilaian yang tajam soal kejujuran dan mengukur sikap pendatang dengan jernih,” tutur Bickson.

4. Jepang

Negara Dengan Pemerintahan Terbaik di Dunia

Negara kepulauan ini bukan hanya meraih peringkat tertinggi di Asia dalam daftar yang dibuat Bank Dunia soal efektivitas pemerintah, supremasi hukum, dan stabilitas politik, tapi juga dalam indeks progres sosial yang mengukur layanan pendidikan dasar, air bersih dan sanitasi, serta akses terhadap gizi, nutrisi, dan jaminan kesehatan.

“Efek dari kebijakan pemerintah kerap terbukti pada kebersihan, efektivitas, dan kegunaan fasilitas publik yang dibiayai uang pajak,” kata Adam Goulston, warga asli AS yang bekerja sebagai penulis kumpulan hubungan lintas budaya dan menetap di Fukuoka.

“Ini dapat dikaitkan dengan sifat dasar orang Jepang dalam menghargai kepunyaan bersama dan menjunjung erat penampilan ruang publik.

“Bagaimanapun, keadaan ini bergantung pada kebijakan yang terkadang sangat liberal, terutama jika dibandingkan dengan negara saya, AS,” tutur Goulston.

Jaminan kesehatan di Jepang bersifat umum, meskipun mahal karena didasarkan pada rata-rata penghasilan dan pengeluaran penduduk. Namun warga Jepang dapat pergi ke dokter manapun. kapanpun, dan ongkos pengobatan itu ditanggung negara. Walaupun usia harapan hidup dan penurunan populasi di Jepang bergantung pada kemampuan program jaminan sosial membiayai masyarakat dalam jangka panjang, tapi Goulston menyebut secara umum sistem yang dibuat pemerintah telah berjalan.

Goulston berkata, Jepang mempunyai sejumlah dokter penyakit kanker terbaik di dunia. Sistem pendidikan merupakan salah satu kelebihan Jepang. Pendidikan dasar dan menengah bersifat wajib. Sejumlah sekolah di Jepang meraih peringkat tinggi di tingkat global. Meski sekolah di Jepang dikelola secara tepat dan sistematis–yang menurut Goulston dapat memunculkan standarisasi berlebihan, pemerintah Jepang mementingkan nustrisi sebagai kunci penting proses belajar-mengajar. Berbagai sekolah di Jepang mempersiapkan makan siang untuk siswa menggunakan bahan panganan lokal dan melengkapinya dengan pelajaran tentang sejarah dan gaya hidup makan sehat.

Continue Reading

Share

Semakin Sedikit Jam Kerja Karyawan, Semakin Besar Peluang Bumi Terselamatkan

Semakin Sedikit Jam Kerja Karyawan, Semakin Besar Peluang Bumi Terselamatkan – Jika setiap orang di dunia ini mengonsumsi bahan bakar, makanan, pakaian, dan bahan bangunan dalam jumlah yang sama dengan orang – orang Eropa, maka kita membutuhkan setidaknya bumi yang 2,8 kali lebih besar. Jika setiap orang menerapkan gaya hidup masyarakat di Amerika Serikat, maka dibutuhkan lima plannet setara dengan bumi.

Ditengah perjalanna pergi pulang menggunakan komuter, beragam cara mendapat dan menghabiskan uang, tak terbantahkan lagi bahwa kita sebenarnya menjalani hidup yang tidak berkelanjutan. Tanggal 29 Juli lalu kita melalui ‘Hari Melampaui Batas’ yang datang lebih dini dari perkiraan. Itu adalah hari ketika kebutuhan atas sumber daya alam lebih besar ketimbang yang dapat disediakan bumi dalam setahun. slot indonesia

Merujuk penelitian wadah pemikir internasional, Global Footprint Network, tahun 1972 adalah terakhir kalinya kita mencapai keseimbangan antara kebutuhan dan ketersediaan sumber daya alam tercapai pada bulan Desember. Belakangan ada gagasan unik untuk mengatasi persoalan itu. Kita hanya perlu mengurangi beban kerja. Tujuannya, memperlambat perekonomian global dan membatasi nafsu konsumsi yang seolah tak terbatas. Namun apakah strategi itu mungkin diterapkan? Dan benarkah ide itu dapat menyelamatkan dunia? https://www.americannamedaycalendar.com/

Tidak Ada yang Dapat Tumbuh Tanpa Batas

Semakin Sedikit Jam Kerja Karyawan, Semakin Besar Peluang Bumi Terselamatkan

Mengubah kebiasaan kerja dalam skala global adalah pekerjaan besar. Warga AS rata-rata bekerja 44 jam dalam satu pekan dan hanya menerima 10 hari libur. Di China, 72 jam kerja selama 6 hari adalah hal yang dianggap biasa. Sementara jam kerja panjang di Jepang memunculkan terminologi baru, yaitu karoshi alias tewas akibat bekerja terus-menerus. Bagaimanapun, analisis dari University of Massachusetts menyatakan, “bekerja lebih sedikit berdampak positif bagi lingkungan.”

Kajian itu memiliki premis, jika kita mengurangi jam kerja hingga 10%, jejak karbon kita akan turun 14,6%. Angka itu muncul dari jumlah perjalanan rumah-kantor dan konsumsi makanan cepat saji yang berkurang. Yang lebih drastis, libur selama satu pekan penuh dianggap akan mengurangi jejak karbon hingga 30%. Kita kerap menyalahkan korporasi besar atas perubahan iklim yang terjadi. Namun konsumsi serta cara kita hidup dan bekerja sebenarnya merupakan sumber utama emisi global.

Penelitian lintas negara menemukan data, bahwa barang yang kita beli bertanggung jawab pada lebih dari 60% gas rumah kaca dan 80% penggunaan air bersih. Kajian itu dilakukan Norwegian University of Science and Technology. Mereka berupaya menemukan dampak konsumsi manusia pada lingkungan. Namun pertumbuhan konsumsi adalah tumpuan utama perkonomian. Merujuk buku yang ditulis Profesor Tim Jackson dari University of Surrey, Prosperity Without Growth, perekonomian global tumbuh 3,65% setiap tahun sejak 1950.

Dengan kata lain, perekonomian global akan 200 kali lebih besar pada 2100 ketimbang tahun 1950. Pertumbuhan itu bahkan bisa 326 lebih besar jika banyak negara berkembang melesat di atas angka rata-rata tadi. “Perekonomian yang tidak berkembang adalah kutukan bagi pelaku ekonomi,” demikian tulis Jakcson dalam bukunya. “Tapi gagasan pertumbuhan ekonomi yang terus menanjak adalah kutukan bagi pegiat lingkungan. Tidak ada turunan dari sistem terbatas yang dapat berkembang tanpa batas,” kata Jackson.

Bagaimanapun, ada dua dua gagasan yang sailng bertolak belakang tentang upaya menyelamatkan bumi dengan cara mengurangi beban kerja manusia. Penyokong ‘ekonomi hijau’ yakin upah kita tak akan berkurang dan perekonomian tetap dapat bertumbuh meski ada potongan kecil atas jam kerja serta efisiensi tekonologi dan energi. Di sisi lain, mereka yang menolak pertumbuhan ekonomi yakin bahwa hanya pemotongan upah dan hari kerja yang dapat mewujudkan nol emisi karbon pada tahun 2050.

Pendukung Ekonomi Hijau

Semakin Sedikit Jam Kerja Karyawan, Semakin Besar Peluang Bumi Terselamatkan

Gagasan hari kerja yang lebih pendek dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan mulai mendapat dukungan. Tahun 2018, nyaris satu jua buruh industri baja di Jerman meraih hak untuk hanya bekerja 28 jam dalam sepekan–turun dari yang sebelumnya 35 jam.

Sementara itu, Partai Buruh di Inggris memainkan wacana empat hari kerja dalam satu minggu. Will Stronge, pendiri sekaligus direktur Autonomy, lembaga pengkaji mata pencaharian masa depan, mengklaim diri sebagai penyokong sistem ekonomi hijau.

Stronge merujuk pengurangan jam kerja pegawai pos Inggris, dari 39 jam menjadi 35 jam per minggu, dengan standar upah yang tidak menurun. “Di banyak perusahaan, jika Anda berkata akan memotong upah dengan kompensasi tambahan hari libur, kebanyakan pekerja tetap tidak akan bisa menerimanya,” kata Stronge.

Dari sudut pandang lingkungan, Stronge berkata, “konsumsi listrik secara nasional turun signifikan saat akhir pekan dan hari libur perbankan.” Ia ingin menekankan, efisiensi energi dapat dicapai dengan pengurangan jam kerja. Penyokong ‘ekonomi hijau’ lainnya adalah Alice Martin. Ia merupakan kepala bidang pekerjaan dan pengupahan di New Economics Foundation. Martin yakin, ada bukti sahih penurunan emisi karbon jika Anda mengurangi jam kerja sekaligus menjaga standar upah.

Mengurangi 20% jam kerja karyawan, kata dia, menurunkan emisi karbon dalam persentase yang sama. Dasar argumentasinya adalah perubahan perilaku seperti mengurangi perjalanan, menyantap makanan rumahan ketimbang pangan cepat saji, hingga bergiat dalam pekerjaan sukarela. “Memiliki waktu lebih banyak untuk melakukan hal yang Anda senangi dapat mengubah pola hidup dan secara nyata menyetop konsumsi produk berkarbon tinggi,” kata Martin.

Meski begitu, kebalikan dari argumentasi itu juga benar. Empat hari kerja mendorong kita memasak di rumah. Dengan kata lain, kita sebenarnya juga meningkatkan konsumsi, baik berbelanja sembako, jajan, atau berlibur.

Anti Pertumbuhan Ekonomi

Kelompok ini yakin satu-satunya cara mengurangi konsumsi adalah dengan memiliki sedikit uang tunai. Mereka menerima sistem empat hari kerja, tapi dengan jumlah upah yang sesuai. Gagasan ini adalah pendapat ekonomi yang radikal, bahkan sesat. Produk domestik bruto (PDB) berdampak besar sejak tahun 1930- an seiring perhitungan global tentang kesuksesan ekonomi. Bagaimanapun, di planet dengan sumber daya terbatas, pertumbuhan tanpa batas merupakan perhitungan yang keliru. Tahun 1972, laporan tentang simulasi komputer pada perkembangan ekonomi dan populasi menemukan bahwa sumber daya alam akan habis tahun 2072.

Kajian yang diterbitkan pada buku laris berjudul Limits to Growth itu menyebut, kondisi itu bakal memicu penurunan drastis populasi dan kapasitas ekonomi. Namun kebijakan publik tetap berpaku pada keyakinan umum. Konsumsi gabungan dari negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) meningkat hampir 50% selama 1990-2008. Setiap kenaikan PDB sebesar 10% setara dengan melonjaknya jejak karbon sampai 6%.

Gerakan anti-pertumbuhan ekonomi modern muncul di Eropa seiring pelaksanaan International Degrowth Conference di Paris tahun 2008. Mereka mendorong publik untuk mulai menyusutkan ekonomi secara terkendali, salah satunya dengan mengurangi jam kerja. Namun pendekatan itu tidak membenarkan resesi dan penyusutan lapangan kerja. Salah satu pentolan kelompok ini, Serge Latouche, berkata, “perlambatan ekonomi tidak berarti kemerosotan dan penderitaan.”

Continue Reading

Share

Selfie Bisa Menjadikan Kekuatan Sosial

Selfie Bisa Menjadikan Kekuatan Sosial – Selfie acap kali dianggap sebagai gejala budaya yang terobsesi pada diri sendiri dan, beberapa berpendapat, kemunduran masyarakat – tapi selfie memiliki implikasi budaya yang jauh lebih dalam yang membuat stereotip tersebut semakin kompleks. Dalam buku terbarunya, The Selfie Generation, penulis Alicia Eler membongkar klise untuk menggambarkan selfie sebagai pedang bermata dua, fenomena yang menunjukkan pemberdayaan sekaligus kerapuhan diri -sebuah karakteristik era digital.

Berlawanan dengan anggapan bahwa selfie adalah bentuk objektivisasi atau narsistik, selfie telah menjadi kunci untuk memberdayakan kelompok marjinal seperti perempuan, orang kulit berwarna, komunitas LGBTQ, migran, dan pengungsi. Media massa di ujung jari kita memberikan akses ke semua jenis tokoh, generasi baru individu yang tidak begitu takut menjadi berbeda atau unik. Ini akhirnya menciptakan cermin, kata Eler. slot online

Selfie Bisa Menjadikan Kekuatan Sosial

“Apakah pernah ada saat ketika remaja tidak terobsesi dengan citra mereka sendiri?,” tanyanya. Muda atau tua, Anda tidak bisa menyalahkan orang karena menginginkan validasi, dan kini mereka bisa mendapatkannya hanya dengan satu gesekan dan sentuhan. www.mrchensjackson.com

Pada tahun 2013, Eler menulis sebuah artikel untuk blog Hyperallergic berjudul The Feminist Politics of #Selfies, yang berfokus pada wanita kulit berwarna dan selfies. Artikel itu ia tulis sebagai tanggapan atas sebuah artikel yang dimuat di blog perempuan Jezebel yang berpendapat bahwa selfie adalah teriakan meminta tolong – salah satu di antara sejumlah besar pemberitaan miring tentang selfie.

“Sebenarnya, bisakah kita membicarakan tentang apa yang dimaksud dengan orang-orang yang tidak pernah melihat dirinya di media mainstream?,” tulis penulis buku komik feminis Mikki Kendall di akun Twitter-nya pada bulan November tahun itu. Mesikpun mengunggah foto diri secara terbuka secara inheren menghadapkan orang tersebut pada komentar kebencian dan trolling, hal itu juga menghubungkannya dengan jaringan global yang bisa memberikan dukungan. Dengan bangkitnya selfie, citra ‘orang lain’ yang terpinggirkan dari arus utama telah menjadi ikon.

Sejak tahun 2013, ketika ‘selfie’ termasuk dalam kata tahun ini versi Kamus Oxford, potret diri kontemporer ini telah ada dimana-mana di zaman ketika visibilitas dapat identik dengan kekuatan politik. Perlawanan dan gerakan protes telah mengambil bentuk baru sejak saat itu. Mereka kurang berfokus pada baris-berbaris dengan spanduk atau pengorganisasian masyarakat, namun lebih banyak tentang fluiditas yang terdesentralisasi atau berusaha terlihat di beberapa platform daring. “Mereka berusaha mendapatkan visibilitas melalui logika yang berbeda – dengan menggunakan gambar, taktik, tagar, politik identitas, dan peristiwa ikonik yang umum,” tulis penulis Irmgard Emmelhainz untuk e-fluks.

Selfie Bisa Menjadikan Kekuatan Sosial

Tentu saja, ada kekurangan yang menjadi sangat jelas dalam beberapa tahun terakhir: pengawasan. Meskipun ada pengungkapan mata-mata oleh NSA pada warga negara Amerika biasa, atau fakta bahwa informasi pribadi kita ditambang dan dijual oleh perusahaan media sosial yang besar, sepertinya kita tidak dapat memunggah momen paling pribadi kita untuk dilihat semua orang. Kita tetap suka berswafoto, bahkan ketika foto kita dimonetisasi demi keuntungan orang lain, setiap tindakan kita di dunia maya dipantau, dan pergerakan kita dilacak oleh alat yang menghubungkan kita.

“Ancamannya bukan masalah digital apalagi yang bersifat pribadi,” tulis Eler. Ada sikap yang bisa menular. ‘Saya tidak punya apa-apa untuk disembunyikan’, tapi kenyataan itu berbeda bagi para aktivis dan seniman yang mungkin diberdayakan oleh visibilitas yang ditawarkan oleh selfie.

Bekerja di bawah batasan pengawasan di zaman di mana visibilitas berarti kekuatan politik memaksa gerakan pembangkang menjadi cair dalam pendekatan mereka; karena jejak digital dapat digunakan untuk melawan mereka, walaupun teknologi canggih masa kini adalah salah satu alat terpenting mereka.

Kita bisa melihat ini dalam gerakan jurnalisme warga, apakah itu rekaman ponsel yang menunjukkan seorang perwira polisi kulit putih yang menembak dan membunuh seorang laki-laki Afrika-Amerika atau pesan terakhir yang dicatat warga di Suriah yang dilanda perang, ‘pengawas diri’ baru ini telah menghasilkan dokumentasi dari peristiwa-peristiwa politik terpenting sepanjang sejarah.

Eler menyebut demonstrasi Standing Rock di Amerika Serikat, di mana perusahaan Energy Transfer dijadwalkan membangun jaringan pipa minyak besar namun mendapat perlawanan keras dari komunitas penduduk asli Amerika.

Penyair Lakota Oglala dan aktivis Mark Tilsen menghabiskan waktu berbulan-bulan di Standing Rock, dan dia memberi tahu Eler tentang pengawasan terus-menerus yang terjadi di tangan kontraktor kontraterorisme Tigerswan yang disewa oleh Energy Transfer.

Saat telepon masuk, napas berat kadang terdengar di latar belakang, kata Tilsen – telepon mereka telah disadap. Ketika rumor tersebut beredar bahwa petugas penegak hukum menggunakan check-in Facebook untuk melacak siapa yang berada di kamp demonstrasi, lebih dari satu juta orang di seluruh dunia ‘check in’ di Standing Rock dalam solidaritas dengan para pemrotes. Saya teringat akan sebuah pos Instagram baru-baru ini oleh artis Glenn Ligon: dalam tangkapan layar dari iPhone-nya, kita melihat gambar menu jaringan nirkabel, dan jaringan pertama berbunyi “FBI Surveillance Van # 9013C.”

Apakah benar ada pengawasan FBI van di dekatnya? Kami tidak tahu. Tapi unggahan yang disebar atau check-in itu bisa juga dipahami sebagai bentuk selfie yang lebih canggih, kata Eler. Di bawah pengawasan dan mungkin bahkan dalam bahaya fisik, selfie adalah cara untuk menyatakan, “Saya di sini, saya hidup dan saya tidak takut.”

Bagaimana bisa selfie dan aktivisme online membuat perbedaan? Dalam wawancara bulan Desember 2017 dengan Pangeran Harry,  mantan Presiden AS Barack Obama mengatakan bahwa agar pergerakan online berdampak pada masyarakat dunia nyata perlu “bergerak secara offline”. Sangat mudah menjadi troll yang penuh kebencian atau lawan politik yang vokal yang terselubung oleh anonimitas internet, Obama mengatakan kepada Pangeran Harry, namun ketika anda duduk dengan seseorang di atas satu pint, kompleksitas keberadaan mereka lebih jelas, dan anda mungkin bisa terhubung dengan seseorang yang tak terduga. Jika tidak, ide kita hanya diperkuat oleh umpan balik media sosial.

Potret diri

Seniman dengan cepat mengadopsi selfie sebagai subjek karya dan materi yang kaya. Pada tahun 2003 Ryan McGinley meluncurkan karyanya yang menjadikannya bintang dalam fotografi kontemporer, The Kids Are Alright, di Whitney Museum of American Art di New York – salah satu seniman termuda yang pernah ditampilkan oleh institusi bergengsi tersebut. Banyak yang merasa terhina dengan materi karya yang kontroversial. Tapi, lebih banyak lagi yang bersukacita karena kejujurannya, yang memotret semacam budaya distopia generasi muda di New York dan AS. Di luar dokumentasi tanpa sensor, McGinley juga mengarahkan kamera pada dirinya sendiri untuk potret diri yang sangat intim dengan gaya yang kemudian dikenal sebagai ‘selfie’.

Baru pada tahun 2006 Paris Hilton mengklaim sudah menciptakan selfie ketika dirinya berpose bersama Britney Spears, menurut The New York Times. Baru-baru ini, kontroversi seputar selfie yang diunggah seniman Richard Prince di instagram, yang kemudian dicetak dan dijual seharga enam digit dan dianggap sebagai seni kontemporer di Gagosian Gallery, mencapai titik didih saat dia dituntut karena pelanggaran hak cipta oleh fotografer Donald Graham. Kasus ini masih berlangsung.

Bagaimanapun, tentu saja, kedua fotografer mendapat manfaat dari visibilitas sebagai akibat dari kontroversi tersebut, yang sampai pada pertanyaan kuno tentang apa yang bisa atau tidak bisa dianggap seni. Di luar kontroversi, seniman muda mengambil pendekatan yang lebih bernuansa selfie. Dalam The Selfie Generation, Eler mengacu pada generasi seniman yang akan datang seperti Peregrine Honig, yang menciptakan sebuah pameran lukisan khusus untuk tujuan selfie, dan Brannon Rockwell-Charland, yang menggunakan selfies untuk menciptakan persona artisnya secara online.

Continue Reading

Share

Aplikasi Digital Dapat Mengakhiri Polusi Plastik di Lautan

Aplikasi Digital Dapat Mengakhiri Polusi Plastik di Lautan – Masyarakat miskin di negara – negara berkembang menanggung dampak paling berat dari polusi plastik. Mampukah sistem pembayaran digital baru menciptkan revolusi aksi bersih – bersih.  Dulu disepanjang pantai ini hanya terhampar sampah yang membuat pantainya sendiri tidak kelihatan sama sekali, sampai-sampai orang menjulukinya “lubang toilet”. Kini, pantai Manila Bay di Filipina ini tampak sangat bersih, jauh berbeda jika dibandingkan kondisinya beberapa bulan sebelumnya.  Sebuah perubahan mendadak sekaligus ekstrem hingga masyarakat sekitar menitikkan air mata.

Aksi bersih-bersih itu dimulai pada tanggal 27 Januari lalu, ketika lima ribu relawan terjun ke pantai Manila Bay untuk membersihkan lebih dari 45 ton sampah, menandai dimulainya kampanye rehabilitasi lingkungan di seluruh negeri. Meski demikian, sekitar dua bulan sebelum aksi besar-besaran itu dimulai, sebuah revolusi sunyi sudah dilakukan. idnslot

Pada minggu pertama bulan Desember 2018, lembaga Bounties Network yang bermarkas di Brooklyn, AS, mengumpulkan sekitar tiga ton sampah dari Manila Bay selama dua hari melalui sebuah proyek rintisan yang mengupah sejumlah kecil orang – kebanyakan nelayan – yang membawa setumpuk sampah menggunakan mata uang digital dalam sistem Ethereum. https://www.mrchensjackson.com/

Aplikasi Digital Dapat Mengakhiri Polusi Plastik di Lautan

Bagi sebagian besar nelayan Filipina yang tidak menggunakan fasilitas perbankan, itu menjadi pengalaman pertama mereka dengan mata uang digital (cryptocurrency). Sebuah langkah yang dapat terbukti sangat menentukan dalam memberdayakan masyarakat miskin di seluruh dunia untuk mengambil bagian dalam upaya menangani sampah manusia, dimulai dari sumber terbesar polusi laut dunia.

Ada beberapa hal yang menandakan bahwa industri ‘daur ulang dengan upah mata uang digital’ sudah mulai diminati. Pada bulan September 2018, Plastic Bank, sebuah perusahaan blockchain alias sistem pencatatan buku besar digital asal Vancouver, Kanada, yang dimotori teknologi IBM, juga meluncurkan untuk pertama kalinya proyek serupa.

Mereka menjalankan proyek itu di Naga, kota di selatan Luzon, pulau terbesar di Filipina, dan mendirikan posko pengumpulan sampah permanen agar masyarakat bisa menukarkan sampah plastik dan daur ulang dengan uang digital melalui sistem upah. Shaun Frankson, salah satu pendiri Plastic Bank, mengatakan tiga posko baru akan dibuka di dekat Manila Bay dalam enam bulan ke depan.

Fakta bahwa Filipina menjadi negara tujuan di mana kedua proyek itu dijalankan bukanlah hal yang mengejutkan mengingat kontribusi negara itu terhadap polusi laut. Sebuah penelitian Wall Street Journal tahun 2015 lalu mengungkapkan bahwa Filipina adalah penghasil sampah plastik ke lautan terbesar ketiga di dunia, dengan jumlah hampir dua juta ton metrik setiap tahunnya. Hanya China dan Indonesia yang menghasilkan lebih banyak sampah plastik dari Filipina.

Aplikasi Digital Dapat Mengakhiri Polusi Plastik di Lautan

Menurut penelitian IBM, sekitar 80% sampah plastik di lautan di negara-negara berkembang berasal dari kawasan dengan tingkat kemiskinan tinggi. Temuan itu kini dapat menginspirasi sebuah revolusi daur ulang plastik di tengah masyarakat yang menderita kemiskinan di kawasan-kawasan tersebut. Beberapa proyek lainnya sedang digarap Bounties Network di Thailand dan Indonesia, serta oleh Plastic Bank di Indonesia dan Haiti, dengan rencana untuk memperluasnya ke belahan dunia lain di tahun-tahun mendatang. Filipina sebagai negara yang jago mengadopsi teknologi terkini, menjadi lokasi yang tepat untuk menguji model bisnis baru industri daur ulang.

“Bounties Network bekerjasama dengan perusahaan penyedia jasa pembayaran digital setempat, Coins.ph, untuk memastikan warga dapat menukarkan Ethereum yang diperoleh dengan mata uang,” ujar Simona Pop, salah satu pendiri Bounties Network.

Menerapkan sistem pembayaran digital untuk memerangi polusi laut mungkin menjadi salah satu contoh paling luar biasa bagaimana industri baru di bidang keuangan ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Di tengah masyarakat yang paling banyak kehilangan hak-haknya di dunia, seringkali orang-orang tidak memiliki rekening bank dan kerap menjadi sumber sekaligus korban dari masalah sampah plastik yang tampak tak bisa diselesaikan.

Para nelayan yang berpartisipasi dalam aksi bersih-bersih Bounties Network bulan Desember lalu mengumpulkan segunung sampah – mulai dari plastik, kasur bekas, popok bekas, peralatan sekolah, sepatu, boneka, hingga sandal jepit. Sampah-sampah tersebut membuat air di Manila Bay menjadi beracun, dan hingga kini masih menjadi tantangan besar dalam program rehabilitasi yang dijalankan pemerintah. Akan tetapi, budaya dan kebiasaan daur ulang lah yang dicoba ditularkan program upah digital ini terhadap masyarakat yang nantinya akan lebih berharga dalam jangka panjang ketimbang aksi bersih-bersih biasa.

“Ini seperti membunuh dua ekor burung dengan sekali lemparan batu,” ungkap Christina Gallano, manager teknis yang mengawasi proyek Bounties Network. “Kami mendidik masyarakat dan membuat mereka sadar akan manfaat dari lingkungan yang bersih, demikian juga dampak yang muncul dalam jangka panjang, salah satunya meningkatnya jumlah ikan di laut.”

Apabila proyek Bounties Network mengandalkan pendekatan kepada akar rumput, maka metode Plastic Bank juga mencoba untuk menggaet para pemain komersial. “Jenis usaha apapun dapat menggunakan aplikasi gratis kami di handphone masing-masing untuk menjalankan bisnis mereka dan menerima upah digital Plastic Bank sebagai alternatif pembayaran tunai,” tutur Frankson.

Toko kelontong setempat atau bank-bank dapat mengatur sistem titik penjualan (point-of-sale), pelacakan inventaris langsung, pelaporan otomatis, akses aman bagi anggota staf, dan kwitansi instan digital. Lalu terdapat potensi besar penghematan biaya, yang tidak hanya menguntungkan pemberi dana, tetapi juga nasabah, serta dapat menghindari bank konvensional dan biaya yang biasanya dipungut.

“Pada beberapa kasus, hal ini berarti sama dengan menghemat hingga 50% dari dana awal yang biasanya kita habiskan untuk biaya pihak ketiga, dan ini lah alasan kami menerima banyak minat dari lembaga non-profit besar untuk melanjutkan proyek rintisan ini di daerah lainnya dengan kasus-kasus yang berbeda,” ujar Pop.

Proyek Manila Bay selama dua hari yang digagas Bounties Network memberdayakan para nelayan dengan upah sekitar US$2.5 (Rp35 ribu) per jam, yang mana hampir dua kali lipat pendapatan minimum sehari-hari masyarakat Filipina.

Biaya akhir yang dikeluarkan untuk aksi bersih-bersih itu sebesar US$700 (Rp10 juta) dengan hasil tiga ton metrik sampah yang dibersihkan. Jika menggunakan perhitungan dari program pemerintah, untuk hasil yang sama, biaya yang diperlukan mencapai US$10,500 (Rp150 juta). Manfaat uang seperti di atas sangatlah mengesankan, bagaimanapun Anda mengukurnya.

Transformasi nyata yang diciptakan proyek-proyek rintisan tersebut adalah bukti bahwa teknologi mata uang digital dapat menimbulkan manfaat yang nyata di samping uang itu sendiri. Pantai Manila Bay mungkin hanyalah permulaannya.

Continue Reading

Share

Mendali Emas Olimpiade Tokyo 2020 di Daur Ulang Dari Limbah Elektronik

Mendali Emas Olimpiade Tokyo 2020 di Daur Ulang Dari Limbah Elektronik – Keunikan menanti ketika para atlet yang berlaga dalam olimpiade Tokyo 2020 dalam menerima mendali. Logam yang akan mengantungkan pada leher mereka bakal dibuat dari berbagai telepon seluler bekas pakai oleh jutaan warga Jepang.

Menurut rencananya sebanyak 5.000 mendali emas, perak, dan perunggu akan didaur ulang dari limbah elektronik sebagai bagaian dari komitmen Jepang dalam menggunakan materi daur ulang. Limbah elektronik (e-waste) yang mencakup beterai bekas hingga telepon seluler. merupakan salah satu jenis sampah domestik yang paling banyak di dunia saat ini. idn slot

Mendali Emas Olimpiade Tokyo 2020 di Daur Ulang Dari Limbah Elektronik

Limbah jenis ini memang sangat beracun, tapi juga tergolong sebagai ‘tambang urban’ mengingat banyak logam berharga yang terkandung pada barang – barang elektronik tersebut. Panitia penyelenggara Olimpiade Tokyo 2020 melihat fakta ini sebagai kesempatan. Mereka kemudian mengundang warga Jepang menyumbangkan ponsel bekas dan barang elektronik usang lainnya. Melalui cara ini, warga dapat membuang limbah elektronik dengan aman, di sisi lain pembuat medali mendapat pasokan sumber daya. www.benchwarmerscoffee.com

Kurang dari setahun sejak proyek pengumpulan dimulai pada April lalu, panitia Olimpiade telah mendapat 16,5 kilogram emas (54,5% dari target seberat 30,3 kg) dan 1.800 kg perak (43,9% dari target seberat 4.100 kg). Adapun target pengumpulan untuk perunggu seberat 2.700 kg sudah tercapai.

“Inisiatif ini menjadi kesempatan bagi orang-orang di seantero negeri untuk berpartisipasi dalam Olimpiade Tokyo 2020,” sebut juru bicara panitia Tokyo 2020.

Proyek ini juga mencerminkan harapan dalam perjuangan mengatasi limbah elektronik. Data PBB menyebutkan, masyarakat dunia menghasilkan 44,7 juta ton limbah elektronik pada 2016, angka yang terus menanjak antara 3% hingga 4% setiap tahun. Sebagai gambaran, jika Anda menumpahkan seluruh limbah itu ke truk-truk berbobot 40 ton dan memiliki 18 roda, diperlukan 1,23 juta unit truk untuk menampungnya—cukup untuk memadati jalan dua lajur antara Paris dan Singapura.

Hingga 2021, jumlah limbah elektronik diperkirakan mencapai 52 juta ton. Sebagian besar limbah ini tidak pernah sampai ke pusat pengolahan, baik itu di Jepang maupun di tempat lain. Laporan PBB memperkirakan hanya 20% dari barang elektronik usang yang berhasil didaur ulang. Sisanya memenuhi tempat pembuangan akhir, berlalu lalang dari satu negara ke negara lain (biasanya dari negara kaya ke negara kurang berkembang), atau berdebu di laci rumah.

Dari sudut pandang ekologi, fakta ini jelas buruk karena bahan beracun yang terkandung pada barang elektronik mencemari tanah dan air jika tidak ditangani secara benar. Adapun bagi negara miskin tambang, barang elektronik usang yang tidak diolah justru amat disayangkan.

Mendali Emas Olimpiade Tokyo 2020 di Daur Ulang Dari Limbah Elektronik

“Jepang adalah negara miskin sumber daya alam dan mereka tidak punya peluang lain untuk memperoleh sumber daya yang jarang dan berharga selain mendulang sampah,” kata Ruediger Kuehr, pakar limbah elektronik dari Universitas PBB dan penulis laporan PBB.

Dalam beberapa kasus, menurut Maria Holuszko selaku asisten profesor dari Universitas British Columbia, nilai satu ton material yang didulang dari limbah elektronik mencapai 100 kali lipat dari material serupa yang didapat dari penambangan konvensional.

Contohnya, terdapat tiga hingga empat gram emas dari satu ton bijih logam yang didapatkan dari tambang. Sedangkan dari satu ton telepon seluler ada sebanyak 350 gram emas. Penambangan barang elektronik ini tidak hanya mengatasi limbah elektronik, tapi juga mengurangi penambangan konvensional dari tambang. Holuszko memperkirakan penambangan barang elektronik bisa memenuhi 25% hingga 30% permintaan emas dari seluruh dunia.

“Statistik langsung menunjukkan bahwa ada peluang bisnis,” kata Holuszko, yang turut mendirikan Pusat Inovasi Penambangan Urban di Universitas British Columbia.

Penggunaan materi daur ulang untuk membuat medali bukan pertama kalinya terjadi di Olimpiade Tokyo 2020. Hampir 30% bahan medali perak dalam Olimpiade Rio 2016 didapat dari cermin usang, solder bekas, plat sinar-X. Adapun 40% logam tembaga yang digunakan untuk membuat medali perunggu didapat dari sampah baru.

Kemudian, pada Olimpiade Musim Dingin di Vancouver pada 2010, sebanyak 1,5% kebutuhan logam untuk pembuatan medali didapat dari logam daur ulang di Belgia. Upaya panitia Olimpiade Tokyo 2020 unik dalam dua hal. Pertama, mereka bertujuan menghasilkan semua medali dari 100% materi daur ulang. Kedua, materi tersebut didapat hanya dari limbah elektronik warga Jepang.

Iktikad itu mendapat sokongan dari warga Jepang. Hingga Juni 2018, toko-toko ponsel telah mengumpulkan 4,32 juta ponsel bekas dari sumbangan publik. Kemudian pemeritah daerah menerima sekitar 34.000 ton perangkat elektronik ukuran kecil.

“Saya membawa lima ponsel usang yang sudah tidak saya gunakan,” ujar seorang perempuan lansia Jepang dalam rekaman video yang diproduksi Kementerian Luar Negeri Jepang. “Senang rasanya menjadi bagian dari Olimpiade,” tambahnya.

Dari 35 hingga 40 ponsel, sebanyak satu gram emas bisa didulang. Jumlah tersebut merupakan seperenam dari medali emas seberat enam gram yang ditentukan Komite Olimpiade Internasional. (Logam lain yang terkandung di dalam medali emas sejatinya perak).

Ikhtiar untuk mendapatkan logam-logam tersebut menarik banyak perhatian dari sejumlah kalangan. Beberapa peraih medali emas dalam Olimpiade-Olimpiade sebelumnya menyumbangkan gawai lama mereka. Bahkan, Menteri Luar Negeri Inggris, Boris Johnson, urun serta saat mengunjungi Tokyo pada 2017.

Bagaimanapun, kesuksesan proyek medali ini merupakan simbolis dan hanya akan merujuk salah satu tantangan besar kesinambungan dalam Olimpiade. Barang elektronik yang dikumpulkan sejauh ini mewakili kurang dari 3% limbah elektronik tahunan Jepang. PBB memperkirakan jumlahnya mencapai dua juta ton. Isu lain yang patut dipertimbangkan adalah nasib ‘komponen non-logam’ yang terkandung dalam sebagian besar komponen barang elektronik.

“Jika kita hanya mendulang logam dan membuang sisanya ke tempat pembuangan akhir, ini bisa menyebabkan banyak polusi,” kata Holuszko, yang juga berfokus pada cara membuat ponsel yang 100% bisa didaur ulang.

Panitia penyelenggara Olimpiade Tokyo 2020 hanya menerima logam, perak, dan perunggu (gabungan tembaga dan seng) dari mitra-mitra pendaur ulang sehingga nasib komponen non-logam juga tidak jelas bagi mereka. Juru bicara panitia mengatakan pernah “mendengar beberapa perusahaan mendaur ulang elemen-elemen sisa menggunakan metode pemrosesan reguler”. Namun, dia tidak bisa menjamin.

Pertanyaan soal limbah elektronik menumpuk selagi masyarakat terus menggunakan barang elektronik. Kuehr memperkirakan jumlah limbah elektronik dunia bisa berlipat menjadi 80 juta ton dalam beberapa dekade mendatang. Kita harus mengubah pemahaman soal elektronik, kata dia. Solusinya adalah berhenti membeli dan memiliki gawai seperti petapa analog, alih-alih berubahlah menjadi orag nomaden digital.

“Ketimbang membeli ponsel itu sendiri, mengapa kita tidak mempertimbangkan membeli layanan yang mereka sediakan?” tanyanya. Sistemnya bakal seperti menyewa, namun Anda tidak akan pernah memiliki produk tersebut.

Apple atau Samsung akan menyediakan layanan ‘komunikasi seluler’ atau ‘pencuci piring elektronik rumahan’ dan pelanggan akan membayarnya. Jika peranti rusak, perusahaan akan memberikan pengganti selagi mereka memperbaikinya. Manakala gawai mencapai akhir masa pemakaian, perusahaan idealnya akan menyalurkan komponen gawai itu ke proses produksi.

Continue Reading

Share

Dapatkah Pangeran Harry dan Meghan Bertahan Tanpa Bantuan Financial?

Dapatkah Pangeran Harry dan Meghan Bertahan Tanpa Bantuan Financial? – Pangeran Harry dan istrinya, Meghan Markle, telah menyatakan mundur dari kehidupan kerajaan Inggris. Melalui keputusan yang belakangan mengecewakan Istana Buckingham itu, Harry dan Meghan berencana bekerja dan andiri secara finansial. Pertanyaannya, bagaimana pasangan itu memenuhi kebutuhan finansial mereka saat ini? Apakah mereka benar-benar mampu bertahan tanpa bantuan Kerajaan Inggris?

Dapatkah Pangeran Harry dan Meghan Bertahan Tanpa Bantuan Financial?

Pasangan yang menikah 19 Mei 2018 itu menyatakan, 95% anggaran resmi mereka didanai Pangeran Charles, ayah Harry yang berstatus Putra Mahkota Kerajaan Inggris. Charles tidak hanya menanggung Harry dan Meghan, tapi juga Pangeran William-Kate Middleton. Bukan cuma aktivitas publik, Charles juga mendanai kebutuhan pribadi dua pasangan tersebut. Selama 2018 dan 2019, saat Meghan secara resmi menikahi Harry dan menjadi bagian dari Kerajaan Inggris, total pembiayaan yang ditanggung Charles itu mencapai US$6,5 juta atau sekitar Rp89,4 miliar. slot online indonesia

Uang itu berasal dari penghasilan Charles di atas tanah dan properti kerajaan di Cornwall. Investasi besar berupa properti dan keuangan Charles tersebut menghasilkan US$28,2 juta atau Rp387,9 miliar. Sementara itu, 5% pengeluaran Harry dan Meghan berasal dari hibah pemerintah. Berdasarkan undang-undang, pemerintah Inggris wajib memberi hibah untuk menutup biaya tugas formal anggota kerajaan dan perawatan sejumlah istana. Seluruh angka tadi tidak termasuk anggaran keamanan Harry dan Meghan yang dihitung terpisah. Dana Hibah Kerajaan diambil dari keuntungan investasi properti milik kerajaan. Setelah mundur dari tugas resmi Kerajaan Inggris, Harry dan Meghan menyatakan akan berhenti menerima uang itu. https://www.benchwarmerscoffee.com/

Total harta kekayaan Meghan diperkirakan mencapai sekitar US$5 juta atau Rp68 miliar. Angka itu berdasarkan estimasi yang dihitung Majalah Fortune. Salah satu sumber penghasilan Meghan berasal dari penampilannya dalam serial bertema hukum berjudul Suits. Dia disebut mendapatkan US$50 ribu atau Rp687 juta per episode. Meghan juga memiliki blog gaya hidup dan merancang busana untuk merek pakaian asal Kanada. Adapun, analisis Wealth X memperkirakan kekayaan Harry bernilai US$25 juta atau Rp343 miliar.

Harry dan William menerima sebagian besar keuntungan perusahaan yang diwariskan almarhum ibu mereka, Putri Diana. Merujuk laporan Fortune, ketika berusia 30 tahun pada 2014, Harry menerima US$13,3 juta atau sekitar Rp182 miliar dari lembaga pengelola dana yang dibentuk Diana.

Apa maksud merdeka secara independen bagi Harry dan Meghan?

Dapatkah Pangeran Harry dan Meghan Bertahan Tanpa Bantuan Financial?

Dalam situs resmi mereka, Harry dan Meghan menyebut bahwa Hibah Kerajaan yang mereka terima hanya sebesar 5% dari total penghasilan mereka. Belum jelas apakah mereka akan juga akan berhenti menerima anggaran dari sumber lainnya. Pasangan itu akan tetap menerima rincian biaya keamanan dari kepolisian London yang bekerja atas dana publik. Namun total biaya itu tidak dibuka kepada masyarakat. Rencana Harry dan Meghan untuk pulang-pergi Inggris dan Amerika Utara sepertinya akan membuat biaya keamanan itu membengkak. Kemungkinan besar mereka akan tetap membayar jasa keamanan itu, walau angkanya diyakini akan sangat besar. Mereka mengklaim selama ini selalu membayar sendiri perjalanan pribadi mereka. Kebiasaan itu akan terus berlanjut setelah keputusan mundur dari sebagian besar aktivitas Kerajaan Inggris. Di sisi lain, pernyataan itu juga dapat diartikan bahwa dana publik akan tetap mereka gunakan untuk tugas resmi kerajaan. Harry dan Meghan mempertahankan rumah mereka di Inggris, yang berada di Frogmore Cottage, Windsor. Renovasi kediaman mereka itu tahun lalu dibiayai pajak masyarakat, sebesar US$3,1 juta atau Rp47 miliar.

Apakah anggota Kerajaan Inggris boleh memiliki penghasilan pribadi?

Sebagai anggota senior kerjaan, Harry dan Meghan tidak diizinkan memiliki penghasilan pribadi dalam bentuk apapun. Namun pasangan itu merujuk sejumlah anggota Kerajaan Inggris lain yang memiliki pekerjaan tetap. Putri Beatrice dan Putri Eugenie kini tak aktif sebagai bagian dari kerajaan. Putri Beatrice, anak tertua Pangeran Andrew, bekerja secara profesional di bidang keuangan. Adapun, Putri Eugenie, adik kandung Beatrice, merupakan direktur sebuah galeri seni.

Bagaimanapun, dana hasil pajak publik tetap digunakan untuk sebagian aktivitas mereka, salah satunya untuk jasa keamanan dalam pernikahan Eugenie tahun 2018. Bagaimana Harry dan Meghan akan mendanai kehidupan mereka hingga kini masih belum jelas, menurut David McClure, penulis buku tentang keuangan Kerajaan Inggris.

Apa langkah Harry dan Meghan setelah ini?

Dalam pernyataan mereka, pasangan itu menyebut pembentukan badan amal merupakan salah satu prioritas mereka di masa depan. Rencana itu berkaitan dengan keputusan mereka mundur dari Yayasan Kerajaan Inggris tahun 2018. Yayasan itu sebelumnya mereka kelola bersama William dan Kate. Didirikan tahun 2009, Yayasan Kerajaan Inggris bergerak di sejumlah bidang yang dekat dengan dua pangeran itu, antara lain anggota angkatan bersenjata, konservasi lingkungan, dan kesehatan mental.

“Saya kira mereka akan mendapat uang dari menulis buku atau penampilan di televisi. Ada pembicaraan Harry dan Meghan tampil dalam program milik Oprah Winfrey, jadi itu salah satu cara yang mungkin mereka lakukan untuk mendapatkan uang,” ujarnya4

Pemasaran citra

Juni 2019, Harry dan Meghan mendaftarkan hak cipta Royal Sussex, yang dilekatkan pada sejumlah produk, antara lain kotak pensil, aktivitas olahraga dan jasa pendidikan. Sebagai salah satu pasangan paling dikenal masyarakat dunia, citra mereka bernilai jual tinggi. Jumlah pengikut akun Instagram mereka, @sussexroyal, berjumlah lebih dari 10 juta akun. Meghan juga merupakan orang yang paling sering dicari di mesin pencarian Google tahun 2019. Apakah salah satu sumber pendapatan potensial ini akan atau dapat mereka manfaatkan masih diperbedatkan. Silang pendapat juga masih akan terus muncul terkait apakah sejumlah potensi pemasukan itu benar-benar mereka butuhkan untuk mandiri secara finansial.

Continue Reading

Share